MAKALAH TRANSGENDER MENURUT HUKUM ISLAM
Disusun Oleh :
AGUS SANROSAD
FSHI / AS
SEMESTER V
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2012
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam kehidupan dewasa ini banyak masalah-masalah islam
kontemporer yang disebabkan beberapa faktor, salah satunya adalah faktor sosial
yang mana faktor ini biasanya diperbincangkan dan menjadi berita
terhangat dalam kehidupan bermasyarakat. Ada sebagain individu yang merasakan
adanya ketidaksamaan dalam pemberian sikap masyarakat terhadap dirinya sendiri.
Inilah yang terjadi pada transgender dan operasi kelamin. Mereka yang memiliki
dan melakukan hal itu merasa tersudutkan karena masyarakat menganggap
tindakan-tindakan yang dilakukan menurut asumsi mereka telah melanggar.
Transgender adalah orang yang cara berperilaku atau
penampilannya tidak sesuai dengan peran gender pada umumnya. Transgender adalah
orang yang dalam berbagai level “melanggar” norma kultural mengenai
bagaimana seharusnya pria dan wanita itu. Seorang wanita, misalnya, secara
kultural dituntut untuk lemah lembut. Kalau pria yang berkarakter demikian, itu
namanya transgender. Transgender ada pula yang mengenakan pakaian lawan
jenisnya, baik sesekali maupun rutin. Perilaku transgenderlah, yang mungkin
membuat beberapa orang mengganti jenis kelaminnya, seperti pria berganti jenis
kelamin menjadi wanita, begitu pula sebaliknya.
Banyak hal-hal tersembunyi dari kedua hal tersebut
yang belum dipaparkan secara jelas mengapa dan bagaimana mereka melakukan hal
yang melanggar tersebut. Dari sinilah akar permasalahan mulai timbul dan
bagaimana solusi yang tepat untuk bisa menjadikan semua kehidupan masyarakat berjalan
seperti biasa tanpa adanya diskriminasi kepada mereka.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana Islam memandang transgender dan operasi kelamin?
2.
Bagaimana Islam memandang hubungan antara penyakit HIV/AIDS dengan transgender?
3.
Bagaimana pandangan Islam mengenai gay dan lesbian?
C.
Tujuan
·
Mengetahui pengertian transgender
dan operasi kelamin
·
Mengetahui hukum-hukum transgender
dan operasi kelamin
·
Mengetahui hal-hal yang
diperbolehkan dalam operasi kelamin
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Transgender
dan Operasi kelamin.
Pada hakikatnya, masalah kebingungan jenis kelamin atau yang
lazim disebut juga sebagai gejala transseksualisme ataupun transgender
merupakan suatu gejala ketidakpuasan seseorang karena merasa tidak adanya
kecocokan antara bentuk fisik dan kelamin dengan kejiwaan ataupun adanya
ketidakpuasan dengan alat kelamin yang dimilikinya. Ekspresinya bisa dalam
bentuk dandanan, make up, gaya dan tingkah laku, bahkan sampai kepada operasi
penggantian kelamin (Sex Reassignment Surgery). Dalam DSM (Diagnostic
and Statistical Manual of Mental Disorder) – III, penyimpangan ini disebut
sebagai juga gender dysporia syndrome. Penyimpangan ini terbagi lagi menjadi
beberapa subtipe meliputi transseksual, a-seksual, homoseksual, dan
heteroseksual.
Tanda-tanda transseksual yang bisa dilacak melalui DSM,
antara lain: perasaan tidak nyaman dan tidak puas dengan salah satu anatomi
seksnya; berharap dapat berganti kelamin dan hidup dengan jenis kelamin lain;
mengalami guncangan yang terus menerus untuk sekurangnya selama dua tahun dan
bukan hanya ketika dating stress; adanya penampilan fisik interseks atau
genetik yang tidak normal; dan dapat ditemukannya kelainan mental semisal schizophrenia yaitu
menurut J.P. Chaplin dalam Dictionary of Psychology (1981)
semacam reaksi psikotis dicirikan di antaranya dengan gejala pengurungan diri,
gangguan pada kehidupan emosional dan afektif serta tingkah laku negativisme.
Transeksual dapat diakibatkan faktor
bawaan (hormon dan gen) dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan di antaranya
pendidikan yang salah pada masa kecil dengan membiarkan anak laki-laki
berkembang dalam tingkah laku perempuan, pada masa pubertas dengan homoseksual
yang kecewa dan trauma, trauma pergaulan seks dengan pacar, suami atau istri.
Perlu dibedakan penyebab transseksual kejiwaan dan bawaan. Pada kasus
transseksual karena keseimbangan hormon yang menyimpang (bawaan),
menyeimbangkan kondisi hormonal guna mendekatkan kecenderungan biologis jenis
kelamin bisa dilakukan. Mereka yang sebenarnya normal karena tidak memiliki
kelainan genetikal maupun hormonal dan memiliki kecenderungan berpenampilan
lawan jenis hanya untuk memperturutkan dorongan kejiwaan dan nafsu adalah
sesuatu yang menyimpang dan tidak dibenarkan menurut syariat Islam (politikislam123.wordpress.com)
Sedangkan operasi kelamin adalah
pergantian jenis kelamin, bias berupa perbaikan atau penyempurnaan kelamin
terhadap orang yang cacat kelami, pembuangan salah satu kelamin (kelamin ganda)
atau operasi pergantian jenis kelamin yang dilakukan terhadap orang yang
memiliki kelamin normal.
B.
Pendapat-pendapat yang mengharamkan
operasi pergantian kelamin
Melakukan operasi pergantian
kelamin yang dilakukan oleh orang yang normal dan sempurna organ kelaminnya
yaitu penis (dzakar) bagi laki-laki dan vagina (farj) bagi perempuan yang
dilengkapi dengan rahim dan ovarium tidak dibolehkan dan diharamkan.
Berikut dalil yang mengaharamkan operasi pergantian kelamin Q.S. Al-Hujurat:
yang
artinya “hai manusia, sesungguhnya Kami
telah menciptakn kamu dari seorang pria dan wanita dan menjadikan kamu
berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling mengenal, sesungguhnya
oaring yang paling mulia diantara kamu disisi Allah, ialah orang yang paling
bertaqwa diantara kamu, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan lagi Maha
Mengenal”.
Dari ayat diatas mengartikan bahwa
manusia itu hadapan Tuhan dan hukum sama kedudukannaya. Dan yang menyebabkan
tinggi atau rendah kedudukan manusia itu bukan karena perbedaan jenis kelamin,
ras, bahasa, kekayaan, kedudukan, dan sebagainya, melainkan karena ketaqwaannya
kepada Allah Swt (Masjfuk
Zuhdi, Masail Fiqh hal 164)
Q.S. An-Nisa: 119,
yang
artinya “Dan Saya (setan) benar-benar
akan menyesatkan mereka, dan akan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka
(memotong telinga-telinga hewan ternak),lalu mereka benar-benar memotongnya,
dan akan saya suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), maka mereka sungguh
mengubahnya. Barang siapa ayng menjadikan setan menjadi pelindung selain dari
Allah, maka sesungguhnya ia menderita kerugian yang nyata”.
Dari ayat
diatas dapat disimpulkan bahwa “mengubah ciptaaan Allah” itu sangat diharamkan,
contohnya mengebiri manusia, homoseksual, lesbian, menyambung rambut dengan
sopak, pangur, membuat tato, mencukur bulu muka (alis) dan takhannuts artinya
prira berpakaian dan beritngkah laku seperti wanita atau sebaliknya (menurut
Kitab tafsir Al-Thabari, Al-Shawi dan Al-Khazin) (Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh hal 165)
Hadist Nabi
riwayat Bukhari dan enam ahli hadis lainya dari Ibnu Mas’ud.
yang
artinya: Allah mengutuk para wanita tukang tato, yang meminta ditato, yang
menghilangkan bulu muka, yang meminta dihilangkan bulu mukanya, dan para wanta
yang memotong (pengur) giginya, yang semua itu dilakukan untuk kecantikan
dengan mengubah ciptaan (Allah Ibid, hal 166)
Makna dari hadis
itu bahwa seorang pria atau wanita yang normal jenis kelaminnya dilarang oleh
Islam mengubah jenis kelaminnya, karena mengubah ciptaan Allah tanpa alasan
yang hak yang dibenarkan oleh Islam.
Demikian pula dengan pria
atau wanita yang lahir normal jenis kelaminnya, tetapi karena pengaruh
lingkungan menjadikan lahiriyah “banci” berpakaian dan bertingkah laku
berlawanan dengan jenis kelamin yang sebenarnya, maka tetap saja
diharamkan oleh agama mengubah jenis kelaminnya, sebab pada hakikatnya jenis
atau organ kelaminnya normal, tetapi psikisnya tidak normal, karena itu, upaya
kesehatan mentalnya ditempuh melalui pendekatan keagamaan dan kejiwaan
(religious and psychology therapy).
Menurut MUI dalam musyawarah
Nasional II tahun 1980 memutuskan fatwa mengharamkan operasi perubahan
atau penyempurnaan kelamin. Menurut fatwa MUI ini sekalipun diubah jenis
kelaminnya hukumnya sama dengan jenis kelamin sebelumnya.
Para
ulama Fiqh juga mendasarkan ketetapan hukum tersebut paa dalil Q.S. Al-Hujurat
13 yang menurut tafsir Ath-Thabari mengajarkan prinsip equality (keadilan) bagi
segenap manusia dihadapan Allah dan hukum yang masing-masing telah ditentukan
jenis kelamin dan ketentuan Allah tidak boleh diubah dan harus dijalani sesuai
kodratnya. Yang kedua juga sama QS. An-Nisa’ 119 yang berisi tidak boleh
mengubah ciptaan Allah yang sudah ditetapkan, yang ke-3 hadis Nabi yang berisi
pengutukan kepada para tukang tato, yang mnta ditato yang mencukur alis,
memotong giginya dengan tujuan mempercantik diri dengan mengubah ciptaan Allah,
yang keempat hadist Nabi (HR Ahmad) menyatakan Allah mengutuk laki-laki yang
menyerupai wanita dan sebaliknya. (Setiawan
Budi Utomo, Fiqih Aktual hal 173)
Operasi yang boleh
dilakukan atau hukum melakukan operasi kelamin tergantung kepada keadaan
kelamin luar dan dalam:
1.
Apabila seseorang punya organ
kelamin dua atau ganda: penis dan vagina, maka untuk memperjelas identitas
kelaminnya, ia boleh melakukan operasi mematikan salah satu organ kelaminnya
dan menghidupkan organ kelamin yang lain yang sesuai dengan organ kelamin
bagian dalam.
Contohnya:
seseorang mempunyai dua kelamin penis dan vagina, dan disamping itu ia juga
mempunyai rahim dan ovarium yang merupakan ciri khas dan utama jenis kelamin
wanita, maka ia boleh dan disarankan untuk mengangkat penisnya demi mempertegas
identitas jenis kelamin wanitanya, dan ia tidak boleh mematikan vaginanya
dan membiarkan penisnya karena berlawanan dengan organ bagian dalam kelaminnya
yakni rahim dan ovarium. (Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqh hal 167)
2.
Apabila seseorang punya organ
kelamin satu yang kurang sempurna bentuknya, misalnya ia memiliki vagina yang
tidak berlubang dan ia mempunyai rahim dan ovarium, maka ia boleh bahkan
dianjurkan oleh agama untuk operasi memberi lubangpada vaginanya, begitu juga
sebaliknya.
Operasi kelamin
yang bersifat tashih dan takmil (perbaikan atau penyempurnaan) dan bukan
pergantian jenis kelamin, menurut para ulamadibolehkan menuurut syariat. Bahkan
dianjurkan sehingga menjadi kelamin yang normal karena kelainan yang seperti
ini merupakan suatu penyakit yang harus diobati. Para ulama seperti Hasanain
Muhammad Makhluf (tokoh ulama Mesir) dalam bukunya Shafwatul Bayan (1987:131)
memberiakn argumentasi bahwa seseorang yang lahir dengan alat kelamin tidak
normal menyebabkan kelamin psikis dan social, sehingga dapat tersisih dan
mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat normal serta kadang mencari jalanya
sendiri, seperti menjadi waria, melacurkan diri, melakukan homoseksual dan
lesbianisme. Padahal semua itu dikutuk oleh Islam berdasarkan hadis Nabi SAW
yang diriwayatkan Al-Bukhari “Allah dan Rasulnya mengutuk kaum
homoseksualisme”, maka untuk menghindarinya, operasi atau penyempurnaan kelamin
boleh dilakukan berdasarkan prinsip “Mushalih Mursalah” karena kaidah Fiqih
menyatakan “bahaya harus dihilangkan” yang dianjurkan syariat Islam. Hal ini
sejalan dengan hadis Nabi SAW. “bertobatlah wahai hamba-hamba Allah! Karena
sesungguhnya Allah tidak mengadakan penyakit kecuali mengadakan pula obatnya,
kecuali satu penyakit, yaitu penyakit ketuaan” (H.R. Ahmad)
Masalah HIV/AIDS sebenarnya bukan sekadar masalah kesehatan
(medis), namun juga masalah perilaku. Sebab telah terbukti penyebab terbesar
penularan HIV/AIDS adalah perilaku seks bebas, yaitu zina dan homoseksual. (Ali
As-Salus, Mausu‘ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Muashirah, hal. 705).
Terlebih jika ditelusuri sejarahnya, HIV / AIDS pertama
kalinya memang ditemukan di kalangan gay San Fransisco pada tahun 1978.
Selanjutnya HIV/AIDS menular hingga ke seluruh penjuru dunia terutama lewat
perilaku seks bebas seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender.
Inilah bukti bahwa HIV/AIDS tidak dapat dianggap semata-mata hanya masalah
kesehatan, melainkan juga masalah perilaku.
Dengan perumusan masalah seperti ini, maka solusinya menjadi
jelas dan terarah. Jadi HIV/AIDS harus ditanggulangi bukan hanya dengan
mencegah dan mengobati HIV/AIDS sebagai masalah kesehatan, melainkan harus
disertai pula dengan upaya menghapuskan segala perilaku menyimpang, seperti
lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).
Inilah solusi yang diserukan Islam dan solusi yang memang
sesuai dengan kenyataan yang ada. Islam memang memandang HIV/AIDS sebagai
masalah kesehatan, karena penyakit AIDS memang berbahaya (dharar) lantaran
menyebabkan lumpuhnya sistem kekebalan tubuh. Berbagai penyakit akan mudah
menjangkiti penderitanya yang ujung-ujungnya adalah kematian. Padahal Islam
adalah agama yang melarang terjadinya bahaya (dharar) pada umat manusia.
Rasulullah SAW bersabda,"Tidak boleh menimpakan bahaya pada diri sendiri
dan juga bahaya bagi orang lain dalam Islam (laa dharara wa laa dhiraara fi
al-islam)." (HR Ibnu Majah no 2340, Ahmad 1/133; hadits sahih). Namun Islam
juga memandang HIV/AIDS sebagai masalah perilaku, karena HIV/AIDS pada sebagian
besar kasusnya berawal dan tersebar melalui perilaku seks bebas yang
menyimpang, seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender. Semua
perilaku ini adalah perbuatan kotor dan tercela dalam pandangan Islam. Semuanya
adalah tindakan kriminal yang layak mendapat hukuman yang tegas.
(Imam Al-Ajiri, Dzamm Al-Liwath, Kairo: Maktabah Al-Qur`an, 1990, hal. 22;
Mahran Nuri, Fahisyah al-Liwath, hal. 2; Abdurrahman Al-Maliki, Nizham
Al-Uqubat, hal. 18-20). Solusi Islam ini jelas berbeda berbeda dengan
solusi model sekular-liberal selama ini. Solusi ini hanya memandang HIV/AIDS
sebagai masalah kesehatan, bukan masalah perilaku. Maka solusinya hanya terkait
dengan persoalan kesehatan semata, misalnya kondomisasi, pembagian jarum suntik
steril, kampanye bahaya AIDS, dan yang semisalnya. Sedang perilaku seks bebas
seperti lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender dianggap tidak ada
masalah, tidak perlu dihukum, dan dianggap tak ada hubungannya dengan
penanggulangan HIV/AIDS. Jelas solusi ini adalah solusi yang dangkal dan bodoh.
Dikatakan "dangkal" karena solusi yang ada berarti
hanya menyentuh fenomena permukaan yang nampak secara empiris. Tidak menyentuh
persoalan yang lebih mendalam dan hakiki, yaitu persoalan nilai-nilai kehidupan
(morality) dan gaya hidup (life style) yang terekspresikan lewat seks bebas.
Menyoal LGBT
Islam memang berbeda dengan gaya hidup liar yang diajarkan
sekularisme-liberalisme. Menurut mereka perilaku seks bebas seperti
lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender adalah boleh karena merupakan hak
asasi manusia (HAM) dan bagian dari kebebasan individu yang harus dihormati dan
dijaga oleh negara.
Namun Islam tak menyetujui selera rendahan ala binatang
seperti itu. Perilaku lesbianisme, gay, biseksual, dan transgender hukumnya
haram dalam Islam. Tak hanya itu, semua perbuatan haram itu sekaligus dinilai
sebagai tindak kejahatan/kriminal (al-jarimah) yang harus dihukum. (Abdurrahman
Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 8-10).
Lesbianisme dalam kitab-kitab fiqih disebut dengan istilah
as-sahaaq atau al-musahaqah. Definisinya adalah hubungan seksual yang terjadi
di antara sesama wanita. Tak ada khilafiyah di kalangan fuqaha bahwa
lesbianisme hukumnya haram. Keharamannya antara lain berdasarkan sabda
Rasulullah SAW : "Lesbianisme adalah [bagaikan] zina di antara
wanita" (as-sahaq zina an-nisaa` bainahunna). (HR Thabani, dalam al-Mu’jam
al-Kabir, 22/63). (Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452).
Lesbianisme menurut Imam Dzahabi merupakan dosa besar
(al-kaba`ir). (Dzahabi, Az-Zawajir ‘an Iqtiraf al-Kaba`ir, 2/235). Namun
hukuman untuk lesbianisme tidak seperti hukuman zina, melainkan hukuman ta’zir,
yaitu hukuman yang tidak dijelaskan oleh sebuah nash khusus. Jenis dan kadar
hukumannya diserahkan kepada qadhi (hakim). Ta’zir ini bentuknya bisa berupa
hukuman cambuk, penjara, publikasi (tasyhir), dan sebagainya.
(Sa’ud al-Utaibi, Al-Mausu’ah Al-Jina`iyah al-Islamiyah, hal. 452; Abdurrahman
Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat, hal. 9).
Homoseksual dikenal dengan istilah liwath. Imam Ibnu Qudamah
mengatakan bahwa telah sepakat (ijma’) seluruh ulama mengenai haramnya
homoseksual (ajma’a ahlul ‘ilmi ‘ala tahrim al-liwaath). (Ibnu Qudamah, Al-Mughni,
12/348). Sabda Nabi SAW,"Allah telah mengutuk siapa saja yang
berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth, Allah telah mengutuk siapa saja yang
berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth Allah telah mengutuk siapa saja yang
berbuat seperti perbuatan kaum Nabi Luth." (HR Ahmad, no 3908). Hukuman
untuk homoseks adalah hukuman mati, tak ada khilafiyah di antara para fuqoha
khususnya para shahabat Nabi SAW seperti dinyatakan oleh Qadhi Iyadh dalam
kitabnya Al-Syifa`. Sabda Nabi SAW,"Siapa saja yang kalian dapati
melakukan perbuatan kaumnya Nabi Luth, maka bunuhlah keduanya." (HR Al
Khamsah, kecuali an-Nasa`i).
Hanya saja para sahabat Nabi SAW berbeda pendapat mengenai
teknis hukuman mati untuk gay. Menurut Ali bin Thalib RA, kaum gay harus
dibakar dengan api. Menurut Ibnu Abbas RA, harus dicari dulu bangunan tertinggi
di suatu tempat, lalu jatuhkan gay dengan kepala di bawah, dan setelah sampai
di tanah lempari dia dengan batu. Menurut Umar bin Khaththab RA dan Utsman bin
Affan RA, gay dihukum mati dengan cara ditimpakan dinding tembok padanya sampai
mati. Memang para shahabat Nabi SAW berbeda pendapat tentang caranya, namun
semuanya sepakat gay wajib dihukum mati. (Abdurrahman Al-Maliki, Nizham Al-Uqubat,
hal. 21).
Biseksual adalah perbuatan zina jika dilakukan dengan lain
jenis. Jika dilakukan dengan sesama jenis, tergolong homoseksual jika dilakukan
di antara sesama laki-laki, dan tergolong lesbianisme jika dilakukan di antara
sesama wanita. Semuanya perbuatan maksiat dan haram, tak ada satu pun yang
dihalalkan dalam Islam.
Hukumannya disesuaikan dengan faktanya. Jika tergolong zina,
hukumnya rajam (dilempar batu sampai mati) jika pelakunya muhshan (sudah
menikah) dan dicambuk seratus kali jika pelakunya bukan muhshan. Jika tergolong
homoseksual, hukumannya hukuman mati. Jika tergolong lesbianisne, hukumannya
ta’zir.
Transgender adalah perbuatan menyerupai lain jenis. Baik
dalam berbicara, berbusana, maupun dalam berbuat, termasuk dalam aktivitas
seksual. Islam mengharamkan perbuatan menyerupai lain jenis sesuai hadits bahwa
Nabi SAW mengutuk laki-laki yang menyerupai wanita dan mengutuk wanita yang
menyerupai laki-laki (HR Ahmad, 1/227 & 339).
Hukumannya, jika sekedar berbicara atau berbusana menyerupai
lawan jenis, adalah diusir dari pemukiman atau perkampungan. Nabi SAW telah
mengutuk orang-orang waria (mukhannats) dari kalangan laki-laki dan orang-orang
tomboy (mutarajjilat) dari kalangan perempuan. Nabi SAW berkata,"Usirlah
mereka dari rumah-rumah kalian." (akhrijuuhum min buyutikum). Maka Nabi
SAW pernah mengusir Fulan dan Umar RA juga pernah mengusir Fulan (HR Bukhari no
5886 dan 6834). (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, hal. 1306).
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat kami ambil dari pembahasan ini adalah:
Memang dalam Islam dikenal istilah khuntsa, atau
hermaphrodit, yakni orang yang mempunyai kelamin ganda. Mereka memang diakui dalam
fiqih Islam. Namun ini sama sekali berbeda dengan transgender, karena kaum
transgender mempunyai kelamin yang sempurna, bukan kelamin ganda, hanya saja
mereka berperilaku menyerupai lawan jenisnya.
Pergantian atau operasi pergantian yang dilakukan terhadap
orang yang normal organ kelaminnya maka hukumnya adalah HARAM atau
sangat tidak dibolehkan oleh syariat Islam, karena mengubah ciptaan Allah tanpa
alasan yang hak. Karena telah dijelaskan didalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat
ayat 13, An-Nisa ayat 119, dan juga hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. Dan yang
diperbolehkan dalam syariat Islam adalah operasi perbaikan atau penyempurnaan
organ kelamin terhadap orang yang cacat kelamin demi terciptanya kemaslahatan,
dan juga untuk menghilangkan bahaya yang ditimbulkan. Serta perbaikan atau
penyempurnaan terhadap orang memiliki organ kelamin ganda, maka diwajibkan
untuk mematikan salah satu organ kelamin sesuai organ kelamin didalamnya,
karena bermanfaat untuk memperjelas status dan menghilangkan kelainan psikis
dan social agar tidak terjerumus kedalam hal yang menyesatkan dan dosa.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Utaibi,
Sa’ud bin Abdul ‘Ali Al-Barudi, Al-Mausu’ah
Al-Jina`iyah al-Islamiyah, (Riyadh : t.p), 1427 H
As-Salus,
Ali Ahmad, Mausu‘ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah
al-Muashirah, (Qatar : Daruts Tsaqafah), 2006
Rosyidah,
Faizatul, Kritik Islam Terhadap Strategi Penanggulangan HIV-AIDS Berbasis Paradigma
Sekula-Liberal dan Solusi Islam Atasnya, http://faizatulrosyidahblog.blogspot.com
Komisi
Penanggulangan AIDS, Strategi Nasional Penanggulangan HIV dan AIDS 2007 – 2010
Laporan
Pelaksanaan Kegiatan Sekretariat KPA (Komisi Penanggulangan AIDS) Nasional, bulan
Juni, Agustus, September 2010
Imam
Al-Ajiri, Dzamm Al-Liwath, (Kairo:
Maktabah Al-Qur`an), 1990
Imam
Al-Syaukani, Nailul Authar, (Beirut :
Dar Ibn Hazm), 2000
Budi
Utomo Setiawan, Fiqh Aktual (Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer),
Jakarta: Gema Insani, 2003.
Zuhdi
Masjfuk, Masail Fiqhiyah (Kapita Selekta Hukum Islam), Jakarta: Haji
Masagung, 1992.
Terima kasih atas ilmunya insyaAllah dapat menambah bahan presentasi saya ^^
BalasHapus